Buruh Sering Diasosiasikan Sebagai Orang Pinggiran
Kritik Pergerakan
Entitas buruh jumlahnya
sangat besar. Namun, serikat buruh selaku wadah perjuangannya lebih
memilih peran sebagai pressure group. Setidaknya hal ini terlihat dari
pola gerakan yang dijalani. Misalnya dengan lebih banyak melakukan aksi
solidaritas, aksi pemogokan, tuntutan terhadap hak – hak normatif buruh
dll.
Hal tersebut tidak
sepenuhnya salah, hanya kurang strategis dan efektif. Cobalah bandingkan
dengan pergerakan koperasi. Koperasi adalah badan (wadah perjuangan)
yang berfokus untuk mensejahterakan anggotanya.
Memang dalam serikat
buruh, juga ada koperasi. Namun hal itu hanya sampingan dan tidak
bertransformasi menjadi ruh pergerakan buruh. Mayoritas serikat buruh
terjebak dalam mainstream “gerakan kiri”, yang mengedepankan konflik
sosial sebagai paradigma gerakannya.
Partai Buruh
Meski jumlahnya besar,
namun buruh bukanlah entitas politik yang solid. Dalam kancah nasional,
partai buruh hanyalah partai gurem yang seringkali tampil menjadi
penggembira dan pesakitan.
Mengapa hal ini bisa
terjadi? Pertama, karena komunitas buruh sering menjadi entitas yang
tersubordinasi. Saat kembali ke rumah, identitas mereka bukan lagi
sebagai buruh, tapi menjadi anggota ormas tertentu, paguyuban tertentu
dll. Dan faktor tersebut lebih kuat pengaruhnya dalam menentukan
orientasi dan afiliasi politiknya.
Kedua, karena gagal
membangun relasi politik yang kuat dan bermartabat. Serikat buruh
biasanya memiliki daya tawar saat ajang pemilu maupun pilkada. Namun
setelahnya, ibarat habis manis sepah dibuang. Bisa karena wanprestasi,
bisa karena ditinggalkan oknum atasannya, bisa pula karena tuntutan yang
tidak rasional dan diluar kewenangan pengambil kebijakan.
Fenomena Inggris
Inggris mungkin bisa
menjadi alternatif bagi pegiat serikat buruh tentang bagaimana
memperjuangkan buruh. Citarasanya benar – benar berbeda dengan gerakan
buruh di eropa daratan, rusia maupun china yang cenderung bermazhab
revolusioner.
Agitasi massa tidak
menjadi mainstream. Pemogokan, protes sosial dan anarkisme juga bukan
pilihan utama, apalagi gerakan kudeta. Semua berjalan dijalur
konstitusional. Dan, mereka meraih dukungan bagus dari publik.
Khatimah
Bukan berarti kami tidak
peduli dengan perjuangan nasib buruh, tapi kami prihatin dengan
bagaimana cara mereka memperjuangkan nasibnya. Sudah selayaknya serikat
buruh ganti mazhab perjuangan.
Serikat buruh harus bisa
meningkatkan kesejahteraan buruh, dari mustahik menjadi muzakki. Bukan
sekedar dengan tuntutan, tapi dengan gerakan pemberdayaan. Jika perlu,
serikat buruh harus mampu mendorong buruh tampil menjadi wirausaha
tangguh.
Sehingga kelak aktivis
buruh dikenal bukan karena protes dan tuntutannya, tapi karena
kreativitas dan kemandiriannya. Kelak, hari buruh bukan diisi dengan
protes dan aksi jalanan, tapi dengan bakti sosial dan aksi simpatik.
Eko Jun
loading...
0 Response to "Buruh Sering Diasosiasikan Sebagai Orang Pinggiran"
Post a Comment