Hajab....!, Darah Ditengarai Jadi Ajang Bisnis RS Swasta di Medan
SUARAMEDAN.com - Anggota DPRD Medan Hendrik Sitompul dari Fraksi Demokrat mensinyalir sejumlah RS Swasta di Medan terlibat praktik bisnis darah. RS Swasta yang mendapatkan darah dari para pendonor darah di rumah sakit dimaksud kemudian disimpan di bank darah, untuk selanjutnya dijual kepada pasien.
“Ini sungguh ironi. Mereka mendapatkan darah gratis dari pendonor darah, justru mereka menjualnya kepada pasien yang butuh darah dengan harga selangit, yakni mencapai kisaran Rp. 400 ribu hingga Rp. 700 ribu per kantung,” sebut Hendrik Sitompul anggota Komisi B DPRD Medan yang juga Wakil Ketua PMI Sumut kepada wartawan di Medan.
Harga tersebut berbeda jauh dengan harga darah yang ditetapkan PMI yakni Rp. 360 ribu per kantung. Politisi Demokrat ini menegaskan, RS swasta tidak dibenarkan melakukan praktek UTD. “Yang boleh melakukan UTD hanya rumah sakit pemerintah atau PMI saja. Sedangkan rumah sakit swasta boleh melakukan donor darah, tetapi bank darahnya harus di PMI, dan RS swasta itu harus membelinya dari PMI,” tegas Hendrik.
Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) RI No. 83/2014, pasal dua, yang menyebutkan (1). UTD hanya diselenggarakan oleh pemerintah daerah atau Palang Merah Indonesia (PMI), (2) UTD yang diselenggarakan pemerintah daerah dapat berupa unit pelayanan teknis (UPT) atau UPT milik rumah sakit pemerintah, (3). UTD oleh pemerintah dapat berbentuk lembaga teknis daerah atau UPT di lembaga RS pemerintah.
Jadi, kata Hendrik, sangat jelas aturannya RS swasta tidak dibenarkan melakukan praktek UTD. “Kita menghimbau kepada organisasi sosial masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, mau pun warga masyarakat per orangan untuk mendonorkan darahnya di PMI atau di rumah sakit pemerintah. Sedangkan RS swasta yang kedapatkan melakukan praktek ‘Vampire’ agar segera dicabut ijinnya.
“Kita berharap Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Medan melakukan pengawasan ketat terhadap RS swasta yang melakukan UTD ini. Bila ternyata Dinkes Kota Medan gagal melakukan pengawasan tersebut, lebih baik kinerja Dinkes dievaluasi. Ini tidak main-main lho! Sebab darah adalah nafasnya manusia,” kata Hendrik yang mengancam akan mengadukan persoalan ini ke Menkes RI atas praktek UTD yang illegal dan sudah dikomersialkan.
“Ini sungguh ironi. Mereka mendapatkan darah gratis dari pendonor darah, justru mereka menjualnya kepada pasien yang butuh darah dengan harga selangit, yakni mencapai kisaran Rp. 400 ribu hingga Rp. 700 ribu per kantung,” sebut Hendrik Sitompul anggota Komisi B DPRD Medan yang juga Wakil Ketua PMI Sumut kepada wartawan di Medan.
Harga tersebut berbeda jauh dengan harga darah yang ditetapkan PMI yakni Rp. 360 ribu per kantung. Politisi Demokrat ini menegaskan, RS swasta tidak dibenarkan melakukan praktek UTD. “Yang boleh melakukan UTD hanya rumah sakit pemerintah atau PMI saja. Sedangkan rumah sakit swasta boleh melakukan donor darah, tetapi bank darahnya harus di PMI, dan RS swasta itu harus membelinya dari PMI,” tegas Hendrik.
Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) RI No. 83/2014, pasal dua, yang menyebutkan (1). UTD hanya diselenggarakan oleh pemerintah daerah atau Palang Merah Indonesia (PMI), (2) UTD yang diselenggarakan pemerintah daerah dapat berupa unit pelayanan teknis (UPT) atau UPT milik rumah sakit pemerintah, (3). UTD oleh pemerintah dapat berbentuk lembaga teknis daerah atau UPT di lembaga RS pemerintah.
Jadi, kata Hendrik, sangat jelas aturannya RS swasta tidak dibenarkan melakukan praktek UTD. “Kita menghimbau kepada organisasi sosial masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, mau pun warga masyarakat per orangan untuk mendonorkan darahnya di PMI atau di rumah sakit pemerintah. Sedangkan RS swasta yang kedapatkan melakukan praktek ‘Vampire’ agar segera dicabut ijinnya.
“Kita berharap Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Medan melakukan pengawasan ketat terhadap RS swasta yang melakukan UTD ini. Bila ternyata Dinkes Kota Medan gagal melakukan pengawasan tersebut, lebih baik kinerja Dinkes dievaluasi. Ini tidak main-main lho! Sebab darah adalah nafasnya manusia,” kata Hendrik yang mengancam akan mengadukan persoalan ini ke Menkes RI atas praktek UTD yang illegal dan sudah dikomersialkan.
loading...
0 Response to "Hajab....!, Darah Ditengarai Jadi Ajang Bisnis RS Swasta di Medan"
Post a Comment